WartaPelajar – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkomitmen untuk memanfaatkan lembaga pendidikan pesantren dan sederajatnya sebagai kekuatan utama dalam misi pengurangan risiko bencana di Indonesia. Dengan mengusung program pembangunan karakter berbasis lingkungan berkelanjutan, BNPB berharap lembaga-lembaga ini dapat berperan lebih besar dalam kesiapsiagaan bencana di tanah air.
Kepala BNPB Suharyanto, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta pada Kamis (31/10), menyatakan bahwa pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan memiliki posisi strategis. Selain menyebarkan ilmu pengetahuan formal, pesantren juga dapat menyisipkan materi-materi terkait pengurangan risiko bencana serta kesiapsiagaan menghadapi bencana. Hal ini terbukti melalui dimasukkannya unsur pengurangan risiko bencana berbasis lingkungan berkelanjutan dalam kurikulum pendidikan pesantren dan madrasah yang digagas oleh Kementerian Agama.
“Saya yakin, dengan komitmen pesantren untuk mengajarkan penanggulangan bencana, mereka tidak hanya mencetak generasi yang cerdas dan berkarakter, tetapi juga generasi yang tangguh dalam menghadapi tantangan alam,” ungkap Suharyanto saat melakukan kunjungan kerja ke Pondok Pesantren Roudatun Nawawi di Kampung Lebak Agung, Karangpawitan, Garut, Jawa Barat.
Suharyanto menilai pentingnya pendidikan karakter berbasis lingkungan yang juga mengintegrasikan pengurangan risiko bencana. Materi seperti penanaman pohon, pengelolaan sampah, hingga simulasi evakuasi bencana dinilai tak kalah pentingnya dengan ilmu pengetahuan formal, mengingat Indonesia merupakan negara yang rawan bencana alam. Pendidikan yang mengajarkan santri dan pelajar untuk memahami dan mengantisipasi potensi bencana akan menjadikan mereka lebih siap dan tangguh dalam menghadapi krisis yang disebabkan oleh alam.
Untuk mendukung program ini, BNPB siap memberikan pelatihan, pembinaan, serta fasilitas yang dibutuhkan untuk memperkaya pengetahuan para santri dalam menghadapi bencana. “Kami akan mendukung penuh program dari Kementerian Agama ini melalui berbagai aksi yang melibatkan pelatihan dan penyuluhan tentang kesiapsiagaan bencana,” kata Suharyanto.
Pendidikan ini juga sejalan dengan upaya BNPB untuk memperkuat kesiapsiagaan bencana di seluruh kalangan pelajar di Indonesia, yang mencakup pesantren dan madrasah. Mengingat data GIS dari Kementerian Agama menunjukkan bahwa ada lebih dari 41.000 pesantren dan lebih dari 87.000 madrasah di seluruh Indonesia, maka penguatan pengetahuan tentang mitigasi bencana di lembaga-lembaga ini dapat memberikan dampak yang sangat besar.
Suharyanto menekankan pentingnya peran pesantren dalam mencetak santri yang tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga menjadi agen perubahan di tengah masyarakat. Dengan pengetahuan mitigasi bencana yang mereka peroleh, para santri diharapkan dapat menjadi bagian dari garda terdepan dalam memitigasi bencana dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya mitigasi bencana di lingkungan mereka.
“Para pelajar dan santri yang sudah mendapatkan pengetahuan tentang bencana dapat menjadi agen perubahan di masyarakat, meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mitigasi bencana, dan membantu melindungi lingkungan sekitar dari dampak bencana,” tambah Suharyanto.
Dengan upaya ini, BNPB berharap pesantren dan madrasah tidak hanya berperan dalam pengajaran ilmu agama dan pendidikan formal, tetapi juga dalam membentuk karakter anak bangsa yang tangguh menghadapi bencana dan menjaga kelestarian lingkungan.