WartaPelajar – Tidak banyak orang yang mau berurusan dengan sampah. Meskipun sampah merupakan bagian dari hasil utama setiap individu. Berbagai bentuk sampah mulai hasil kemasan hingga sisa-sisa makanan rutin dihasilkan dari setiap rumah warga hingga gedung perkantoran.
Sampah yang dihasilkan setiap harinya juga kerap melahirkan persoalan sosial baru. Bahkan menciptakan konflik horizontal antar warga di beberapa daerah. Mulai dari persoalan tempat hingga proses pembuangan, pengolahan, atau daur ulang.
Penetapan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tak pernah luput dari aksi penolakan warga setempat. Karena TPA dianggap dapat menyebabkan pencemaran udara dan tanah sekitar. Sehingga pemerintah daerah harus memiliki banyak pertimbangan untuk menetapkan lokasi TPA.
Ya. Bau tak sedap, jijik, jorok, menjadi karakter sampah yang membuat orang enggan untuk berurusan dengan sampah. Akan tetapi, berbeda dengan yang dilakukan oleh Arky Gilang Wahab, warga Desa Banjaranyar, Kecamatan Sokaraja, Banyumas, Jawa Tengah (Jateng). Lulusan sarjana Teknik Geodesi ITB ini, justru memiliki gagasan dalam konversi sampah kategori organik untuk budidaya Maggot.
Sebenarnya tidak jauh berbeda dengan alasan orang pada umumnya. Berawal dari keresahan Arky soal banyaknya sisa makanan yang terbuang dan menghasilkan bau tak sedap di sekitar tempat tinggalnya. Terlebih, saat ia kembali ke Banyumas usai menyelesaikan studi kuliahnya dari ITB pada tahun 2018, wilayahnya tengah mengalami krisis sampah.
“Saat saya pulang, Banyumas tengah mengalami krisis sampah. Dari situlah muncul ide untuk membudidayakan maggot,” ungkapnya.
Ketidaknyamanan soal sampah justru melahirkan gagasan Arky untuk mengonversi sampah organik. Gagasan itu juga muncul didukung setelah ia melihat warga di desa tempat tinggalnya merupakan pembudidaya Maggot.
Pembudidayaan Maggot memang telah dilakukan banyak orang dalam skala produksi rumahan saja. Maggot sendiri termasuk kategori larva dari lalat Black Soldier Fly (BSF). Maggot diketahui memiliki kandungan asam amino kompleks yang mencukupi porsi nutrisi bagi hewan ternak. Maggot dinilai mudah dibudidayakan tanpa harus menggunakan banyak tempat. Dan yang terpenting, Maggot disebut memiliki antibiotik alami sehingga tidak membawa penyakit. Sekaligus, kemampuannya dalam mengurai sisa-sisa makanan hanya dalam waktu 1 hari.
Arky merintis budi daya Maggot pada tahun 2018, hingga berhasil memproduksi olahan Maggot yaitu Greenpose dan pabrik pengolahan sampah terintegrasi sebagai sumber makanan Maggot bernama Integrated Waste Management.
Diketahui, dalam realisasinya Integrated Waste Treatment mampu mengolah 5 ton sampah organik per hari dari 5.500 rumah dan 72 instansi pemerintahan di Kecamatan Sumbang dan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Dari situ mampu menghasilkan 3 jenis variasi produk Maggot, yaitu Dried Larva BSF (larva kering untuk pakan hewan), Maggot Meal (tepung sebagai campuran pakan ternak), dan Pakane (pelet untuk pakan ikan).
Dan hanya dalam waktu sekitar setahun, tepatnya 2019, ia mampu mengelola sampah organik satu desa yaitu Desa Banjaranyar, yang menjadi tempat tinggalnya.
“Dalam jangka waktu sekitar satu tahun sudah mulai berkembang pesat. Jika sebelumnya hanya tiga rumah, maka pada 2019 kami telah mengelola sampah satu desa,” katanya.
Dalam perkembangannya, kini Greenpose yang digagas Arky bersama para mitranya mampu menyerap hingga 60 ton sampah organik. Terakhir, ia memulai kerja sama dengan Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor untuk membangun pengelolaan sampah, khususnya jenis organik. Yakni, dengan membangun sarana dan prasarana untuk budi daya mgagot sebagai pengurai sampah organik.
Di mata Arky, sampah yang pada awalnya menjadi masalah kini justru menjadi berkah. Arky mengaku, setiap bulannya mampu memproduksi 120 ton yang omsetnya mencapai sekitar Rp500 juta setiap bulannya. Sementara, permintaan Greenpose masih belum terpenuhi seluruhnya, baik dari dalam maupun luar negeri.
“Jepang saja meminta suplai dari kami belum dapat terpenuhi. Karena mereka meminta pasokan sebanyak 400 ton per bulan,” tambahnya.
Gagasan Arky melakukan budidaya maggot yang berawal untuk mengatasi masalah sampah kini berhasil menuntaskan darurat sampah Banyumas. Sekaligus membawa dampak positif pula bagi perekonomian warga di sekitarnya. Dan melalui kerja nyata Arky terhadap permasalahan lingkungan dan sosial ini pula yang membawanya meraih penghargaan Satu Indonesia Awards 2021 dari Astra.